Mencari
jati diri seorang mahasiswa terkadang hanya ditelisik dari sudut pandang
aksinya dalam berorganisasi. Apalagi jika disandingkan dengan gelar “Agen of
Social Change” yang seakan menjadi momok yang harus disandang setiap mahasiswa.
Bagaimana dengan nasib para mahasiswa yang tekun dalam perkuliahan, sibuk di
perpustakaan, giat berdiskusi dengan kelompok belajarnya, yang hanya menjalankan
ritual akademik di kampus, apa mereka tidak layak dianggap “mahasiswa”?
Kiranya
perlu definisi ulang apa yang dimaksud dengan “aktivis”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Balai Pustaka,2002), pengertian aktivis adalah individu atau sekelompok orang
(terutama anggota politik, sosial, buruh, petani, pemuda, mahasiswa, perempuan)
yang bekerja aktif mendorong pelaksanaan sesuatu atau berbagai kegiatan di
organisasinya. Sikap aktif ini bisa dimulai dari lingkungan yang paling
kecil di sekitarnya, semisal seputar kampus, sampai pada problematika global.
Namun, sikap aktif ini tidak akan muncul tanpa adanya sikap kritis (criticize)
pada mahasiswa. Kritis adalah sikap yang menuai analisa dan mengevaluasi
sesuatu dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman, memperluas apresiasi, atau
membantu memperbaiki pekerjaan. Sikap kritis ini yang membuat
mahasiswa responsive terhadap permasalahan yang muncul disekitarnya.
Dengan
berbekal sifat kritis ini, mahasiswa baik aktivis maupun akademikus bisa
memproklamirkan diri sebagai Agen of Social Change melalui jalan yang
ditempuh masing-masing. Aktivis berkontribusi tenaga dan gagasannya melalui
organisasi, akademikus menyumbangkan pikiran dan prestasi melalui karya
ilmiahnya. Sifat kritis seorang akademikus melahirkan karya-karya ilmiah yang dibutuhkan
masyarakat untuk menyelesaikan problematika kehidupan.
Sebagaimana
yang pernah diungkapkan Dr. Supaat, dosen STAIN Kudus, bahwa tugas utama
seorang mahasiswa adalah kuliah. Maka haruslah segala kegiatan organisasi
kampus jangan sampai mengganggu konsentrasi kuliah, apalagi sampai memakan
jatah jam kuliah. Sikap kritis dan mental aktivis ini juga perlu dituangkan
dalam diskusi-diskusi perkuliahan, ataupun penelitian ilmiah yang secara tidak
langsung juga memberi kontribusi bagi masyarakat. Bisa dikatakan bahwa bagi
mahasiswa, kuliah hukumnya wajib. Adapun menjadi aktivis hukumnya fardhu
kifayah, artinya cukup beberapa orang saja yang harus menjadi aktivis, sebagai
perwakilan dari semua mahasiswa.
No comments :
Post a Comment