Adalah sebuah tuntutan yang dihaturkan pada kita, yakni kegiatan menuntut ilmu, baik bersifat formal, informal, maupun non formal. Tak sedikit dari kita yang menghadapi berbagai kendala dalam kegiatan menuntut ilmu, baik hal tersebut berupa kendala intern maupun ekstern ataupun kendala material maupun emosional. Namun, di sini kami tidak banyak cakap mengenai kendala-kendala yang bersifat fundamentalis karena di samping bahan yang belum memadai, butuh penelitian yang lebih intensif mengenai hal-hal tersebut. Kami hanya mengetengahkan berbagai pengalaman mengenai trik dalam belajar agar berjalan optimal supaya kita terhindar dari adat klasik kita yakni SKS (sistem kebut semalam) ketika menghadapi ujian/ tes.
Setidaknya ada tiga model/ karakter siswa dalam belajar yakni pertama model visual, yakni ketika siswa lebih menikmati dan lebih paham terhadap suatu ilmu ketika siswa melihat bagan atau media visual pembelajaran. Tipe belajar siswa semacam ini akan bosan bila seorang guru mengajar hanya dengan berceramah, maka akan lebih menarik bila seorang guru menulis catatan-catatan kecil dan bagan-bagan pendukung di papan tulis. Kedua model audio, yakni ketika siswa lebih mudah menangkap materi pelajaran dengan ceramah atau cerita-cerita tertentu. Tentunya bukan sekedar penuturan materi saja, tetapi disertai contoh-contoh konkret dalam cerita kehidupan sehari-hari dengan behasa yang mudah dipahami. Ketiga, model gerak/ kinetis, yaitu ketika siswa memahami/ menangkap materi pelajaran ketika melihat praktek penerapan ilmu tersebut ataupun dengan alat-alat peraga yang mendukung.
Maka, tidak usah kaget ketika kita jumpai siswa yang tidak paham dengan penjelasan kita, di samping karena melihat beberapa kriteria diatas juga karena kemampuan kognisi siswa itu berbeda-beda. Maka tugas seorang guru menjadi sedikit bergeser dari penafsiran klasik, bahwa guru yang baik adalah guru yang bisa menjadi partner belajar siswa sekaligus menumbuhkan motivasi belajar siswa. Lalu bagaimana belajar yang baik kalau dilihat dari sudut pandang siswanya? Ada beberapa resep yang kiranya perlu kami tengahkan dengan pendekatan religius. Pertama, ciptakan suasana yang kondusif ketika kita belajar. Bagaimanakah belajar yang kita anggap nyaman dan mudah untuk berkonsentrasi? Sebagian orang ada yang bisa berkonsentrasi di tempat yang sepi, tenang, alias tidak adanya suara yang mengganggu konsentrasinya. Ada juga orang yang bisa konsentrasi bila dia didampingi seseorang untuk diajak sharing. Ada pula orang yang bisa belajar dengan mendengarkan musik (termasuk penulis sendiri). Dengan suasana dan keadaan yang kondusif, kemungkinan hasil belajar kita akan semakin optimal. Kedua, buat catatan catatan kecil/ point- point simpulan (dalam bahasa kita sendiri tentunya) ketika kita membaca buku atau mendengar penjelasan dari guru. Di samping sebagai alternatif ketika kita lupa, cara ini dipandang sebagai cara yang efektif dalam memahami dan menghafal materi. Setidaknya kita mengerti isi materi walaupun dalam bentuk global. Tapi perlu diingat, cara ini jangan disalah artikan sebagai media untuk mencontek ketika ujian berlangsung karena bisa dibayangkan betapa sia-sia perjuangan kita memahami dan menghapal materi kalau ujung-ujungnya kita menyontek. Juga bisa dibayangkan bagaimana dampak kedepannya ketika kita dihadapkan pada soal/ permasalahan yang sama dalam waktu dan ruang yang berbeda maka kartu As kita lama-lama terbuka bahwa kita tidak menguasai materi.
Ketiga, perbanyak membaca al-Qur’an, lebih-lebih ketika selesai shalat maghrib. Budaya membaca al-Qur’an sangatlah berpengaruh terhadap konsentrasi dan ketenangan jiwa. Al-Qur’an sebagai basic of knowledge selalu memberi arahan dan bimbingan bagi kita yang mau membaca dan memahaminya, selalu memberi spirit dan inspirasi bagi kita semua. Keempat, memilih waktu belajar yang tepat di antaranya ketika tengah malam sehabis shalat hajat/ tahajud dua rakaat, sehabis shalat subuh dan waktu-waktu luang kita lainnya. Kelima, berdoa sebelum belajar. Ingatlah bahwa belajar merupakan salah satu bentuk ibadah, jadi hendaknya kita selalu awali dengan doa. Adapun doa yang lazim kita baca adalah: “Rabbisyrahliy shadri wa yassir liy amriy wahlul ‘uqdatam mil lisani yafqahu qauliy, rabbi zidniy ‘ilman nafi’a warzuqniy fahman”.
Demikian beberapa trik yang bisa kita amalkan. Namun perlu diingat, hal yang lebih utama dari perkara-perkara tersebut adalah bagaimana ilmu itu kita terapkan dan amalkan dalam kehidupan sehari-hari, karena tanpa hal tersebut ilmu kita serasa kosong tak berfungsi, sebagaimana pohon yang tak berbuah. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Ushikum wa nafsim bi taqwallah.
Maka, tidak usah kaget ketika kita jumpai siswa yang tidak paham dengan penjelasan kita, di samping karena melihat beberapa kriteria diatas juga karena kemampuan kognisi siswa itu berbeda-beda. Maka tugas seorang guru menjadi sedikit bergeser dari penafsiran klasik, bahwa guru yang baik adalah guru yang bisa menjadi partner belajar siswa sekaligus menumbuhkan motivasi belajar siswa. Lalu bagaimana belajar yang baik kalau dilihat dari sudut pandang siswanya? Ada beberapa resep yang kiranya perlu kami tengahkan dengan pendekatan religius. Pertama, ciptakan suasana yang kondusif ketika kita belajar. Bagaimanakah belajar yang kita anggap nyaman dan mudah untuk berkonsentrasi? Sebagian orang ada yang bisa berkonsentrasi di tempat yang sepi, tenang, alias tidak adanya suara yang mengganggu konsentrasinya. Ada juga orang yang bisa konsentrasi bila dia didampingi seseorang untuk diajak sharing. Ada pula orang yang bisa belajar dengan mendengarkan musik (termasuk penulis sendiri). Dengan suasana dan keadaan yang kondusif, kemungkinan hasil belajar kita akan semakin optimal. Kedua, buat catatan catatan kecil/ point- point simpulan (dalam bahasa kita sendiri tentunya) ketika kita membaca buku atau mendengar penjelasan dari guru. Di samping sebagai alternatif ketika kita lupa, cara ini dipandang sebagai cara yang efektif dalam memahami dan menghafal materi. Setidaknya kita mengerti isi materi walaupun dalam bentuk global. Tapi perlu diingat, cara ini jangan disalah artikan sebagai media untuk mencontek ketika ujian berlangsung karena bisa dibayangkan betapa sia-sia perjuangan kita memahami dan menghapal materi kalau ujung-ujungnya kita menyontek. Juga bisa dibayangkan bagaimana dampak kedepannya ketika kita dihadapkan pada soal/ permasalahan yang sama dalam waktu dan ruang yang berbeda maka kartu As kita lama-lama terbuka bahwa kita tidak menguasai materi.
Ketiga, perbanyak membaca al-Qur’an, lebih-lebih ketika selesai shalat maghrib. Budaya membaca al-Qur’an sangatlah berpengaruh terhadap konsentrasi dan ketenangan jiwa. Al-Qur’an sebagai basic of knowledge selalu memberi arahan dan bimbingan bagi kita yang mau membaca dan memahaminya, selalu memberi spirit dan inspirasi bagi kita semua. Keempat, memilih waktu belajar yang tepat di antaranya ketika tengah malam sehabis shalat hajat/ tahajud dua rakaat, sehabis shalat subuh dan waktu-waktu luang kita lainnya. Kelima, berdoa sebelum belajar. Ingatlah bahwa belajar merupakan salah satu bentuk ibadah, jadi hendaknya kita selalu awali dengan doa. Adapun doa yang lazim kita baca adalah: “Rabbisyrahliy shadri wa yassir liy amriy wahlul ‘uqdatam mil lisani yafqahu qauliy, rabbi zidniy ‘ilman nafi’a warzuqniy fahman”.
Demikian beberapa trik yang bisa kita amalkan. Namun perlu diingat, hal yang lebih utama dari perkara-perkara tersebut adalah bagaimana ilmu itu kita terapkan dan amalkan dalam kehidupan sehari-hari, karena tanpa hal tersebut ilmu kita serasa kosong tak berfungsi, sebagaimana pohon yang tak berbuah. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Ushikum wa nafsim bi taqwallah.
No comments :
Post a Comment