Sebuah fenomena yang tak lengang di kehidupan kita khususnya para remaja adalah pacaran dan ciuman. Sebenarnya kata pacaran itu sendiri belum bisa saya definisikan secara jelas. Yang saya tahu status pacaran itu dicantumkan ketika salah satu di antara kalian mengucapkan kata "aku sayang kamu, aku cinta kamu, maukah kamu menjadi pacarku?" dan si do'i mengangguk.
Ya, setelah status itu dimiliki mereka berdua, mereka bisa merasa saling memiliki, memadu kasih bak sepasang merpati jantan& betina. Lha pertanyaannya sekarang, adakah pacaran yang etis dan islami? Kalau Fauz Noor dalam bukunya "Tapak Sabda" menggambarkan pacaran sebagai 'khitbah nikah' yang bisa diartikan saling mengenal, mendekat satu sama lain sebagai media wasilah ke jenjang pernikahan, dan hukumnya boleh, agar rumah tangga yang akan dibina kelak sakinah mawadah warohmah dg berlandaskan cinta satu sama lain. Nah, kalau sekarang tendensi pacaran beralih dari mulanya khitbah nikah menjadi lahw wa la'ib, alias coba2 yang sekarang banyak dilakukan kalangan remaja sebagai langkah mengenal lawan jenis. Yang paling parah adalah tendensi hiwayah, alias hobi. Siapa yang pernah pacaran beberapa kali dicap sebagai playboy, banyak pula taruhan yang digulirkan hanya untuk sebuah ciuman dari 'kembang kampus'. Nah, itu kan sesuatu yang kiranya belum pantas bagi mereka yang menyandang status 'pelajar'?
Menginjak pada hal ciuman, Fauz Noor juga melukiskan bahwa dalil ciuman diambil dari akar kata "wala taqrobu az-zina", yang mana kata taqrobu mengandung makna adat kebiasaan atau budaya setempat. Kalau sekarang kita melihat sekeliling kita, ciuman sudah melegal, baik kepada pacar maupun teman sejawat sebagai tanda cinta. Apakah ciuman sudah pantas dijadikan budaya yang dihalalkan? Patut kita renungkan bersama
No comments :
Post a Comment