Wednesday, November 27, 2013

Menyelami Spiritualitas Jawa Rasional Ki Ageng Suryomentaram

Judul          : Matahari dari Mataram
                    (Menyelami Spiritualitas Jawa Rasional Ki Ageng  Suryomentaram)
Penulis       : Afthonul Afifi, dkk.
Tebal          : 227 hlm.
Tahun         : 2012
Penerbit      : Penerbit Kepik, Depok, Jawa Barat.
 
Membincang Jawa, tak melulu membicarakan tentang batik, makanan khas, seni, ataupun bahasa. Lebih dari itu, kebudayaan Jawa memiliki ruh spiritual dan filosofis yang bersifat rasional maupun mistis. Manusia Jawa digambarkan sebagai sosok yang santun, lemah gemulai, dan berwibawa ternyata memiliki ragam pemikiran yang orisinil menjadi varian dari sisi lain. Sosok manusia Jawa tulen, priyayi, menjadi lekat pada bangsawan dan golongan ningrat. Namun, mereka tidak menyelami ritus aktivitas masyarakat, rakyat, dan golongan petani sehingga pemikiran mereka terkungkung dalam tembok istana.
Lain halnya Ki Ageng Suryomentaram (KAS), seorang pangeran Yogyakarta yang rela meninggalkan pangkat dan kekayaannya demi mencari kebahagiaan dan kepuasan hidup hakiki. Dia melihat ketimpangan yang terjadi antara dirinya dengan kemewahan yang dimilinya dan abdi dalem dengan gaji rendah. Keduanya dirudung ketidakpuasan hidup. Menurutnya, hidup terkungkung menjadi penyebab utama ketidakpuasan hidup, sehingga Sang Pangeran bersama abdi dalemnya Prawirowiworo meninggalkan kraton untuk mengembara mengunjungi tempat yang diyakini dapat membawa keberuntungan. Meninggalkan keduniawian menurutnya bisa mendatangkan kebahagiaan dan melahirkan manusia sejati.
Sosok KAS digambar secara detil dalam antologi essay dan paper berjudul Matahari dari Mataram, yang ditulis oleh para pakar sejarawan, budayawan, kolumnis, maupun peneliti. Pribadi dan Pemikiran KAS dibeber melalui sepuluh karya penulis terbaik, terbagi menjadi lima bab lengkap dengan prolog dan epilognya. Salah satu tulisan tersebut berjudul Ki Ageng Suryomentaram, Pangeran dan Filsuf dari Jawa oleh Marcel Bonnef. Dia membahas filsafat, pemikiran KAS dalam Ilmu Jiwa (Kawruh Jiwa, Kawruh Beja) sebagai bagian dari spiritualitas Jawa. Dasar dari Ilmu Kebahagiaan adalah pengakuan terhadap eksistensi manusia sebagai sebuah simpangan (interchange) antara senang (bungah) dan susah, perasaan bahagia (raos beja) dan tidak bahagia (raos cilaka) yang membuat perbedaan antara manusia dan hewan. Sebagaimana makhluk, manusia memiliki kebutuhan hidup, seperti bertahan hidup (pangupa jiwa) dan berketurunan (lestantuning jenis), namun yang manusia memiliki perasaan/ kesadaran akan kebutuhan tersebut (raos gesang). Pada dasarnya kebahagiaan dan ketidakbahagiaan manusia diukur dari terpenuhinya kebutuhan hidupnya. (hlm. 14)
Afthonul Afif, salah satu kontributor tulisan dibuku ini menyebutkan bahwa manusia memiliki kecenderungan dasar sebagai juru catat, bersumber dari panca indra, keingingan dan aku (raos aku). Catatan yang bersumber dari keinginan akan melahirkan kramadangsa atau bagian diri yang mendorong manusia mencari kenyamanan diri tanpa mempertimbangkan kenyamanan orang lain. Watak alamiah karmadangsa hanya terobsesi untuk mewujudkan tiga jenis kebutuhan, yakni semat (jabatan), drajat (kehormatan), dan kramat (kekuatan). Terdapat sebelas jenis kelompok catatan (rincian dari tiga jenis kebutuhan) yaitu: Harta benda, kehormatan, kekuasaan, keluarga, golongan, kebangsaan, jenis, kepandaian, kebatinan, ilmu pengetahuan, dan rasa hidup. (hlm. 83)
Hasrat terhadap semat-drajar-kramat terjadi apabila manusia dikendalikan oleh kesenangannya sendiri, memanjakan egoism, dan bertindak sewenang-wenang. Hal itu tidak hanya menjadi sumber kecemasan (sumelang) dan penyesalan (getun) tetapi juga menimbulkan persaiangan dan strata social yang menjadi bagian dari ketidakbahagiaan. Kunci untuk mendapatkan hasil akhir dari perpotongan antara perasaan bahagia dan tidak bahagia sebagai manungsa tanpa tenger nem sa (sabutuhe, saperlune, sacukupe, sabenere, samesthine, sakepenake. Yakni perpedoman pada prinsip hidup sebutuhnya, seperlunya, secukupnya, sebenarnya, semestinya dan sepantasnya.
Sebagai manusia Jawa kiranya tidak njawani kalau tidak memahami dan melakoni falsafah hidup Jawa, sebagaimana yang dikemukakan Ki Ageng Suryomentaram. Dengan meluangkan waktu sejenak, mengencangkan otot pikiran, kita akan tercerahkan dalam hal hakikat kebahagiaan hidup setelah berkenalan dengan kawruh beja atau kawruh jiwa-nya KAS. Sugeng ndahapi waosan!!

No comments :

Post a Comment