Judul :
Matahari dari Mataram
(Menyelami Spiritualitas Jawa Rasional Ki
Ageng Suryomentaram)
Penulis :
Afthonul Afifi, dkk.
Tebal :
227 hlm.
Tahun :
2012
Penerbit :
Penerbit Kepik, Depok, Jawa Barat.
Membincang Jawa, tak melulu membicarakan tentang batik, makanan
khas, seni, ataupun bahasa. Lebih dari itu, kebudayaan Jawa memiliki ruh
spiritual dan filosofis yang bersifat rasional maupun mistis. Manusia Jawa
digambarkan sebagai sosok yang santun, lemah gemulai, dan berwibawa ternyata
memiliki ragam pemikiran yang orisinil menjadi varian dari sisi lain. Sosok
manusia Jawa tulen, priyayi, menjadi lekat pada bangsawan dan golongan ningrat.
Namun, mereka tidak menyelami ritus aktivitas masyarakat, rakyat, dan golongan
petani sehingga pemikiran mereka terkungkung dalam tembok istana.
Lain halnya Ki Ageng Suryomentaram (KAS), seorang pangeran
Yogyakarta yang rela meninggalkan pangkat dan kekayaannya demi mencari
kebahagiaan dan kepuasan hidup hakiki. Dia melihat ketimpangan yang terjadi
antara dirinya dengan kemewahan yang dimilinya dan abdi dalem dengan gaji
rendah. Keduanya dirudung ketidakpuasan hidup. Menurutnya, hidup terkungkung
menjadi penyebab utama ketidakpuasan hidup, sehingga Sang Pangeran bersama abdi
dalemnya Prawirowiworo meninggalkan kraton untuk mengembara mengunjungi tempat
yang diyakini dapat membawa keberuntungan. Meninggalkan keduniawian menurutnya
bisa mendatangkan kebahagiaan dan melahirkan manusia sejati.
Sosok KAS digambar secara detil dalam antologi essay dan paper berjudul
Matahari dari Mataram, yang ditulis oleh para pakar sejarawan, budayawan,
kolumnis, maupun peneliti. Pribadi dan Pemikiran KAS dibeber melalui sepuluh
karya penulis terbaik, terbagi menjadi lima bab lengkap dengan prolog dan
epilognya. Salah satu tulisan tersebut berjudul Ki Ageng Suryomentaram,
Pangeran dan Filsuf dari Jawa oleh Marcel Bonnef. Dia membahas filsafat,
pemikiran KAS dalam Ilmu Jiwa (Kawruh Jiwa, Kawruh Beja) sebagai bagian dari
spiritualitas Jawa. Dasar dari Ilmu Kebahagiaan adalah pengakuan terhadap
eksistensi manusia sebagai sebuah simpangan (interchange) antara senang
(bungah) dan susah, perasaan bahagia (raos beja) dan tidak
bahagia (raos cilaka) yang membuat perbedaan antara manusia dan hewan. Sebagaimana
makhluk, manusia memiliki kebutuhan hidup, seperti bertahan hidup (pangupa
jiwa) dan berketurunan (lestantuning jenis), namun yang manusia
memiliki perasaan/ kesadaran akan kebutuhan tersebut (raos gesang). Pada
dasarnya kebahagiaan dan ketidakbahagiaan manusia diukur dari terpenuhinya
kebutuhan hidupnya. (hlm. 14)
Afthonul Afif, salah satu kontributor tulisan dibuku ini
menyebutkan bahwa manusia memiliki kecenderungan dasar sebagai juru catat, bersumber
dari panca indra, keingingan dan aku (raos aku). Catatan yang bersumber
dari keinginan akan melahirkan kramadangsa atau bagian diri yang
mendorong manusia mencari kenyamanan diri tanpa mempertimbangkan kenyamanan
orang lain. Watak alamiah karmadangsa hanya terobsesi untuk mewujudkan
tiga jenis kebutuhan, yakni semat (jabatan), drajat (kehormatan),
dan kramat (kekuatan). Terdapat sebelas jenis kelompok catatan (rincian
dari tiga jenis kebutuhan) yaitu: Harta benda, kehormatan, kekuasaan, keluarga,
golongan, kebangsaan, jenis, kepandaian, kebatinan, ilmu pengetahuan, dan rasa
hidup. (hlm. 83)
Hasrat terhadap semat-drajar-kramat terjadi apabila manusia
dikendalikan oleh kesenangannya sendiri, memanjakan egoism, dan bertindak
sewenang-wenang. Hal itu tidak hanya menjadi sumber kecemasan (sumelang)
dan penyesalan (getun) tetapi juga menimbulkan persaiangan dan strata social
yang menjadi bagian dari ketidakbahagiaan. Kunci untuk mendapatkan hasil akhir
dari perpotongan antara perasaan bahagia dan tidak bahagia sebagai manungsa
tanpa tenger nem sa (sabutuhe, saperlune, sacukupe, sabenere, samesthine,
sakepenake. Yakni perpedoman pada prinsip hidup sebutuhnya, seperlunya,
secukupnya, sebenarnya, semestinya dan sepantasnya.
Sebagai manusia Jawa kiranya tidak njawani kalau tidak memahami dan
melakoni falsafah hidup Jawa, sebagaimana yang dikemukakan Ki Ageng
Suryomentaram. Dengan meluangkan waktu sejenak, mengencangkan otot pikiran,
kita akan tercerahkan dalam hal hakikat kebahagiaan hidup setelah berkenalan
dengan kawruh beja atau kawruh jiwa-nya KAS. Sugeng ndahapi
waosan!!
No comments :
Post a Comment