Tuesday, November 26, 2013

Guru: Eksistensi Manusia Pembelajar

 
Pagi dan malam senantiasa bergilir berebut start dan nampaknya roda waktu mengiringi mereka tanpa henti. Proses hidup begitu cepat membuat manusia mengalami pasang surut kehidupannya. Ada kalanya manusia yang mencibir nasib tatkala ia berada di titik terendah dalam hidup. Bahkan ada pula yang lupa diri saat berada di puncak kesuksesan hidup. Yah, sukses itu bukan tujuan begitu kata orang bijak, tetapi sukses adalah proses menuju hidup yang lebih baik. Bagaimana dengan profesi guru?

Menyelami kehidupan bersama siswa-siswi menjadi agenda rutin seorang guru. Seperti yang saya alami, acap pelik masalah datang menghampiri. Profesi guru menuntut idealitas namun tak cukup bilamana membincangkan isi perut. Problematika guru yang selama ini dielu-elu adalah masalah gaji, finansial, dan kesejahteraan. Walaupun pemerintah sudah mencanangkan program sertifikasi dan tunjangan professional sebagai alternatif kesejahteraan bagi guru yang tidak menyandang status Pegawai Negeri Sipil, namun hal tersebut belum mampu mengakomodir masalah yang dihadapi guru. Perjalanan menuju kesejahteraan yang digambarkan dengan elegan itu tidaklah mulus. Bayangkan lima tahun mengabdi dengan gaji yang tak seberapa, namun tuntutan kerja begitu mendera. Apalagi bagi mereka yang mengajar di sekolah swasta plus terpencil, inilah saat iman mereka teruji. Iman tentang cita-cita yang dituju sejak duduk di bangku SD.

Tentunya tidak semua profesi diukur dengan gaji. Hemat saya, sebesar apapun gaji yang didapat apabila dalam bekerja tidak ada rasa nyaman, aman, dan yang paling penting BAROKAH penulis rasa tidak ada harganya usaha tersebut. Pengalaman penulis menunjukkan bahwa mendidik anak adalah belajar menjadi orang dewasa yang tentunya lebih baik dan bertanggung jawab. Memberi dan menerima kasih sayang, apresiasi dan hukuman, adalah wajar menjadi bumbu-bumbu dalam mengajar. Yang paling penting, ungkapan yang dipetik dari guru ngaji penulis adalah menjadi jalan pahala yang terus mengalir, bila mana ilmu kita bermanfaat bagi siswa-siswi kita. Kalau dulu, penulis pernah menggerutu pada sosok guru yang bisa dibilang malas ngajar, sering keluar, dan monoton dalam mengajar. Sekarang penulis mengerti jawabannya, karena menjadi guru bukanlah pekerjaan mudah. Menguras emosi, pikiran, dan tentunya ongkos kerja. Ah, tapi penulis tidak merasa kecewa dengan pilihan hidup menjadi guru. Karena bagi saya, menjadi guru adalah wujud eksistensi manusia pembelajar. Setuju?
 

1 comment :

  1. setubuh....haha..senasib, nyaris mengerucut dan siip dehhhhhhhhhhhh

    ReplyDelete