Kita semakin dikejutkan dengan fenomena-fenomena alam
yang mulai bergeser dari titik keseimbangannya. Suhu bumi semakin panas karena green
house effect, tanah longsor dan banjir kerap terjadi karena kaki-kaki pohon
penyangga sudah raib, demikian pula merebaknya hama pengganggu tanaman karena
putusnya rantai makanan serta kian rusak habitat alaminya, yakni hutan.
Fenomena kian memprihatinkan ketika semakin berkembangnya intelektual dan
teknologi manusia malah semakin menggoyahkan kestabilan ekosistem. Hal ini
disebabkan karena wawasan lingkungan yang belum bisa sepenuhnya berintegrasi
dengan dunia intelektual dan teknologi.
Tanggal 22 Mei yang diperingati sebagai hari Bumi,
bisa menjadi momentum yang strategis untuk menggalakkan slogan “Kampus Hijau”
sebagai wajah baru perguruan tinggi. Isu penerapan kampus hijau sudah merebak
seiring munculnya isu global warming pada millennium kedua. Mengingat usia bumi
yang semakin renta, sudah saatnya kesadaran akan kelestarian lingkungan
ditanamkan pada manusia, khususnya pada generasi-generasi muda.
Isu Kampus Hijau diperkuat dengan
keputusan PBB yang sudah mencanangkan tahun 2005-2014 sebagai ”The Decade of
Education for Sustainable Development”. Pelaksanaan statement PBB
ini bertujuan untuk mengintegrasikan dasar-dasar, tata nilai dan pelaksanaan pembanguan berkelanjutan
ke dalam semua aspek pendidikan. Kampus harus mendukung program aksi tersebut
dengan tindakan nyata. Kampus sebagai pusat kepakaran dan lembaga yang sangat
berpengaruh, harus mampu melakukan sesuatu dan memberi contoh best practices
dalam mengurangi pemanasan global.
Hakikat Kampus Hijau
Kampus hijau jangan diartikan kampus yang gedung-gedungnya
dicat hijau, atau kampus yang hijau dipenuhi oleh pepohonan saja, tetapi
pengertiannya lebih dalam lagi. Menurut Muhajir Utomo, salah satu penggagas
kampus hijau, kampus hijau adalah kampus yang berwawasan lingkungan, yaitu yang
mengintegrasikan ilmu pengetahuan lingkungan ke dalam kebijakan, manajemen dan
kegiatan tridharma perguruan tinggi. Kampus hijau mempunyai kapasitas
intelektual dan sumberdaya dalam mengintegrasikan ilmu pengetahuan dan tata
nilai lingkungan ke dalam misi dan program-programnya. Kampus hijau didesain
untuk menghasilkan para pemimpin bangsa, para politikus, para pengusaha, para
petani dan para penduduk bumi lainnya yang mencintai bumi. Kampus hijau juga
harus bisa menjadi contoh implementasi pengintegrasian ilmu lingkungan dalam
semua aspek manajemen dan best practices pembangunan berkelanjutan.
Titik
tolak pengertian tersebut adalah sejauh mana pengelolaan kampus, baik dari segi
tata ruang, tata lingkungan, sampai pada putusan-putusan kebijakan kampus
mengindahkan aspek-aspek kelestarian alam. Hal ini tentu saja akan berdampak
pada civitas akademik yang berlangsung secara kondusif tanpa bayang-bayang ekstrimisme
alam. Contoh saja ketika kampus tidak mempunyai arena konservasi semacam taman
kampus, bukan saja nilai estetisnya saja yang kurang, tetapi polusi dan suhu
lingkungan tidak bisa terkontrol.
Dimensi-dimensi kampus hijau bisa
kita lihat pada pengelolaan sumber daya energi, sejauh mana tingkat
efektivitasnya. Penggunaan listrik dan air bersih yang hemat, serta penggunaan
kendaraan mesin yang terkontrol menjadi takaran seberapa kuat komitmen perguruan
tinggi dalam menjaga kelestarian lingkungan.
No comments :
Post a Comment