Masyarakat adalah bagian dari lingkungan pendidikan, di mana setiap sisi pendidikan selalu bersinggungan dengan kebutuhan masyarakat. Jika pendidikan disebut-sebut sebagai investasi perubahan, maka perubahan atas masyarakat adalah hasil dari investasi tersebut. Terlebih bagi pendidikan tinggi, di mana posisinya begitu strategis dalam merintis perubahan masyarakat baik dalam skala kecil maupun skala global. Demikian pula adanya persepsi positif masyarakat terhadap mahasiswa yang mengecap mahasiswa sebagai kaum cendekia yang produktif. Namun, nada positif ini turun ketika mahasiswa tampak belum mampu merealisasikan apa yang menjadi statement dalam tridharma perguruan tinggi: “Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian Masyarakat.”
Bagaimana mahasiswa memandang masyarakat? Mahasiswa dianugerahi sensitivitas cukup tinggi dalam menafsirkan problematika sosial, terlebih bagi mereka yang belajar di fakultas ilmu sosial. Banyak isu-isu publik yang didiskusikan dalam kuliah-kuliah umum sampai seminar nasional. Yang disayangkan minimnya kesadaran yang timbul untuk menindaklanjuti hasil diskusi tersebut, padahal media aplikasi berupa organisasi kemahasiswaan sebenarnya sudah mumpuni dan bisa diandalkan. Namun, pada realitasnya tidak jarang organisasi kampus yang berpaling hati dari kegiatan semacam itu dan lebih memusatkan kegiatannya pada iklim kampus dan kepentingan mahasiswa.
Organisasi Kemahasiswa (OK), baik dalam segmen birokrasi maupun unit kegiatan mahasiswa acapkali mengagendakan kegiatan yang kurang memasyarakat. Contoh saja kegiatan yang dicanangkan unit kegiatan mahasiswa (UKM) Pecinta Alam, memusatkan perhatiannya pada usaha pelestarian lingkungan saja tanpa adanya tindak lanjut berupa sosialisasi persuasif kepada masyarakat sekitar. Acara yang diselenggarakan OK ibarat ornament yang menjadi simbol kepribadian mahasiswa yang suka menghibur diri dengan acara konser dan sejenisnya daripada kegiatan bakti lingkungan dan masyarakat.
Langkah efektif yang perlu dijalankan para mahasiswa untuk mengembalikan citra positifnya di mata masyarakat adalah pertama, mengubah pola pikir sentralistik ke arah pandang yang partisipatif. Mereka cenderung menganggap para birokrat daerah lah yang paling bertanggungjawab dan memiliki wewenang dalam membangun dan mensejahterakan masyarakat. Padahal amanat masyarakat tidak hanya dipercayakan pada birokrat saja, tetapi juga kepada kaum terdidik yang memiliki kapasitas untuk membantu memberdayakan masyarakat. Kedua, peran serta mahasiswa dalam organisasi berbasis kemasyarakatan hendaknya perlu ditingkatkan. Selain itu, anggota OK tanggung jawab kolektif untuk selalu memberi warna “kemasyarakatan” dalam event-event kegiatannya.
No comments :
Post a Comment